Saturday, October 8, 2016

Menciumi Kepedihanmu

Menciumi Kepedihanmu

Kau tak hanya sekadar sperma yang tumbuh di atas luka-luka dunia.
Kau tak hanya sekadar pilu dan kebimbangan arah untuk merangkak.
Kau,
melebihi kemarau yang menunggu kabar dari angin muson barat
dan kau,
adalah kering yang retak hingga haus harap dengan el nina.

Deritamu melebih angka pasir-pasir di laut, aku tahu.
Pahitmu melebihi kenyataan dari hasi dicampakkan oleh pemain cinta yang menyulap kata.
Kau,
adalah pecahan gelas-gelas kaca yang menolak mentah-mentah untuk dibenahi.

Sayang, dengarlah.
Kau adalah bunga-bunga tulip yang diinginkan banyak lebah.
Kau adalah kantuk yang diinginkan penderita insomnia.
Kau yang tercantik dari seluruh wanita tanpa riasan di wajah.
Kau yang tertampan dari seluruh pria berkeringat yang bertelanjang dada.

Bicaralah tentang kekalutanmu.
Bicaralah tentang perpisahan orangtuamu.
Bicaralah tentang kematian hewan kesayanganmu.
Bicaralah tentangmu, Sayang.
Tolong... bicaralah.
Karena aku ada.

Menangislah sejadi-jadinya jika kau marah pada hidup.
Menangislah sejadi-jadinya jika kau dendam pada ketidak-adilan.
Menangislah sejadi-jadinya jika kau dipermainkan perasaan dan kecemburuan.
Menangislah sejadi-jadinya di atas tangisanmu, Sayang.
Tolong... Menangislah.
Karena aku ada.

Aku mohon jangan habisi diri.
Dengan obat berlebih dan pisau yang menembus arteri,
atau melayangkan diri dari tempat-tempat tinggi.
Aku mohon jangan..
Karena aku masih ingin, ingin, dan ingin sekali,
memelukmu sampai berkali-kali lagi.

Dewi N. Sutrisno
Jakarta, 2016


credit to sajak liar

0 comments:

Post a Comment